Bicara Pancing

"Kalau bicara pancing antara sesama spesies angler nggak bakalan ada abis-abisnya. Selalu ada yang baru, walaupun barang lama dengan kemasan yang baru akan tetap selalu menarik."


..................... notulen kongkow dalam sebuah trip



Blog ini berisi catatan-catatan pemancing yang kebetulan disajikan tidak urut kronologis, by ingatan only!


=======================================================

Sabtu, 11 Oktober 2008

Udah puas, boleh pulang

Nggak biasanya hari Kamis sore Junaidi say hello by phone, sekalian nanya gimana keadaan dilaut untuk hari Sabtu dan Minggu. Kebetulan aku rutin cek BMG dan nanya-nanya kawan di sekitar pelabuhan, jadinya tau keadaan dilaut. Cuaca oke, gelombang kecil, angin nggak besar tapi ikan-ikan dipasar nggak begitu banyak. Ok lah katannya nggak masalah, “gimana kalau kita mancing malam minggu dan pulang Minggu siangnya?” / “Boleh, target dimana?” / “Biasa sekitar Muara Berau”. Janji confirm dan masing-masing mulai mempersiapkan diri.

Sabtu siang, setelah makan siang telpon mulai berdering dan katannya dia sudah menuju rumah menjemputku. Tidak lama kemudian kami sudah diperjalanan menuju Muara Badak dengan satu orang teman lain, totalnya kami bertiga. Satu jam setengah kemudian kami sudah sampai di sungai Muara Badak, kapal nelayan sudah siap, tampak Iyung yang mengemudikan kapal sibuk beres-beres perahu mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mancing malam hari. Setengah jam kemudian perahu sudah melepaskan tali tambatnya dan mulai mengarungi sungai Muara Badak menuju kearah laut.

Sepanjang sore perjalanan kami isi dengan mencoba memasang troling, kali-kali dapat Baracuda atau Tenggiri. Mungkin cuaca kurang berpihak kepada kami, begitu sampai di Laut tiba-tiba langit menjadi mendung dan hujan langsung membasahi kami semua, tanpa sempat menutup terpal beberapa barang bawaan kami basah semua. Ketika menjelang magrib kami memutuskan untuk lego jangkar di spot berkarang sekitar Rig Ataka. Sambil menikmati makan malam yang dibungkus kami mancing dasar.

Ikan-ikan dasar mulai dinaikan satu persatu, berhubung cukup rutin ikannya makan kami jadi malas pindah-pindah lagi walaupun ikannya kecil-kecil (seukuran telapak tangan). Kira-kira jam 20.30 tiba-tiba stick yang sedang kupegang bengkok, suara reel menderit kencang, hampir saja stick terlepas dari genggaman tanganku. Jantung berdetak lebih kencang, semangat yang tadinya biasa-biasa langsung menjadi kencang. Sambil berdiri aku mulai menguasai keadaan, posisi pegangan stik diperbaiki dan setelan drag ditambah, sehingga keluarnya tali menjadi lebih seret. Akan tetapi senar monofilamen yang mengisi spul reel masih tetap meluncur kencang kedalam air. Ikan apa ini ? tanya ku dalam hati. Setelah tarikan mengendur aku mencoba mengetatkan lagi drag dan mulai memompa stik untuk mengangkat ikan keatas, perlawanan dari bawah timbul kembali dan sekali lagi monofilamen melaju kencang ke air.

Tarik-menarik, kembali terjadi berulang-ulang sampai kira-kira lima belas menit barulah tarikan dari bawah mulai kendor dan pelan-pelan engkol mulai dapat diputar dengan pelan dengan sesekali sentakan kecil dari dalam air. Putaran demi putaran reel dipertahankan terus dan tak lama kemudian mulai muncul bayang putih dari dalam air. Hati senang sekali ketika bayangan putih tersebut semakin jelas dari dalam air, wujud ikan mulai muncul. Kata Iyung itu ikan kambing-kambing tapi ada juga ada yang bilang ayam-ayam, nggak tahulah mana yang paling tepat tapi yang paling seru adalah sensasi tarikan ikan tersebut dengan bentuk badan yang pipih sehingga mampu membuat tarikan yang luar biasa kencang walaupun ukurannya hanya sekitar 4 kiloan.

Dengan semangat yang bertambah aku memasang umpan baru dan kembali melempar pancing kedasar. Dasar lagi rejeki nggak sampai lima menit stick yang kupegang tiba-tiba melengkung hampir menyentuh air laut dan senar meluncur deras kedasar laut, dengan segera aku mengendalikan keadaan, sedikit mengetatkan drag dan mulai memompa stik. Diperlukan waktu hampir setengah jam untuk dapat mengangkat ikan yang memakan pancing, ternyata ikan yang memakan umpan sama dengan ikan sebelumnya dan yang kali ini dua kali lebih besar.

Dua kali mengangkat ikan dengan ukuran yang relatif besar dengan waktu yang cukup panjang ternyata cukup melelahkan dan menimbulkan sensasi serta kepuasan yang luar biasa waktu. Sambil berseloroh kemudian aku berkata, “Yung keliatannya aku sudah cukup puas mancing hari ini dan kalau kita mau pulang sekarang oke aja”. Tentu saja pernyataan ini lansung menuai protes teman-teman lain yang dikapal, apalagi teman-teman lain belum dapat mendaratkan ikan yang besar.

Acara memancing dilanjutkan sampai pagi dan sepanjang malam itu kami bergantian mendaratkan ikan-ikan sejenis yang cukup besar dan tentu saja pengalaman mancing malam itu sangat memuaskan kami semua. Kapan lagi ya …

Selanjutnya ...

Ratio Senar 1:3

Berburu dan memancing adalah hobby outdoor yang susah dilepaskan dari kegiatan hari-hari “blank” yang bisa dimanfaatkan. Sebagai kaki pancing kadang-kadang untuk mengisi waktu kosong kalau nggak turun kelapangan, biasanya aku hunting alat-alat baru atau majalah/tabloid atau apa aja yang berhubungan dengan berburu atau pancing.

Akhir november lalu ketika setelai membeli dua gulung senar ukuran 50 lbs dan 80 lbs, aku memindahkan senar tersebut kedalam spool reel pancing. Ketika sedang menggulung senar tersebut tidak lama dari depan rumah terdengar suara mobil berhenti dan mesin dimatikan. Pintu depan diketuk, sambil ogah-ogahan aku kedepan dan membuka pintu depan, ternyata yang datang adalah bapak Ronald Lolang salah seorang guru kegiatan outdoorku yaitu berburu dan memancing.

Sambil berbarengan masuk kedalam rumah beliau menanyakan aktivitasku dan sekenanya kujawab sedang memindahkan senar kedalam spool reel, kembali ketempat kerjaku sambil mempersilahkan duduk aku meneruskan kegiatanku. Beliau kemudian membuka pembicaraan dengan menanyakan ukuran senar yang sedang dikerjakan dan tentu saja kujawab ukuran 50lbs dan 80 lbs. Langsung beliau tercengang dan menanyakan itu senar untuk mancing ikan sebesar apa, kemudian beliau memberikan statement.

“Jika ukuran senar tertera 50lbs, maka ikan yang dapat dipancing dengan ukuran itu semestinya bisa mencapai ukuran 150lbs”, mancing dengan senar ukuran sebesar itu sih katanya nggak level disebut pemancing, mancing dengan ukuran senar besar hanya untuk pemula. “Jangan ngaku pemancing kalau masih menggunakan senar-senar besar diatas 40 lbs” katanya. Lagian sekarang nyari ikan-ikan yang beratnya diatas 50lbs dimana? Masih ada memang akan tetapi nggak banyak dan tempatnya relatif jauh/terpencil.

Berhubung beliau adalah guru kegiatan outdoor maka anjuran itu kuikuti sampai sekarang dan semakin lama piranti-piranti yang kugunakan semakin bertambah kecil baik dari sisi ukuran maupun kemampuan. Dan mancing dengan piranti kecil ternyata lebih mengasyikan, karena benar-benar keterampilan mengendalikan situasi dibutuhkan untuk bisa mendapatkan ikan dan itu sebuah tantangan sekaligus menjadi sensasi strike yang luar biasa.

Hidup piranti ringan !

Selanjutnya ...

Fish Bomber

Setelah mengamati dari beberapa kali trip mancing, ternyata di perairan sekitar Bontang kearah selatan rawan sekali terjadi penangkapan ikan dengan bom – fish bombing, kejadian ini kualami ketika mancing bareng teman waktu cuti. Pada waktu itu kita berangkat pas bukan hari minggu atau libur - pada hari kerja, sehingga tidak banyak pemancing yang turun kelaut kecuali nelayan. Spot yang kita datangi pada waktu itu sekitar Semangkok, Marang Kayu dan Pangempang.

Kami berangkat pagi-pagi dan memulai trolling dari muara Berau menuju kearah bagan-bagan disekitar Pangempang, setelah puas mutar-mutar dengan hasil strike pagi ikan tenggiri 5 kiloan, kami memutuskan mancing dasar didaerah berkarang. Tak lama kemudian datang dua kapal berukuran sedang yang tidak kami kenal menghampiri dan menanyakan apakah kami mendapat ikan banyak, tanpa banyak basa-basi lebih lanjut mereka meninggalkan kami dan berlabuh kira-kira 500 meter dari posisi kami melabuh jangkar.

Ditengah keasikan kami menaikan ikan-ikan yang berukuran rata-rata setelapak tangan, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara mirip guntur, kemudian kami saling berpandangan dan mencari asal suara. Kemudian kapten kapal bersuara mungkin kapal yang berada didekat kita tadi yang membom ikan. Pikiranku mulai was-was wah kalau begini caranya biso habis spot mancing andalan.

Kemudian aku bertanya kepada kapten kapal dan beliau bercerita bahwa memang terkadang sering melihat/mendengar ada oknum nelayan yang membom di terumbu karang / rumpon / bekas bagan yang populasi ikannya cukup banyak. Nelayan-nelayan juga tidak pasrah atas kejadian tersebut dan kejadian tersebut pernah dilaporkan kepada aparat dan diambil tindakan dengan membekuk pelakunya akan tetapi kejadian ini tetap berlanjut. Konon katanya pernah ada pembom ikan yang tertangkap aparat di Bontang dan ada juga pembom yang kehilangan tangannya ketika bom yang dipasang meledak ditangan – rasain lu. Bom ikan yang digunakan adalah bom rakitan yang dibuat dari botol bekas minuman kesehatan yang berukuran kecil yang diisi serbuk mesiu kemudian dipasang sumbu detonator bakar. Setelah detonator terpasang kemudian dilewatkan melalui tutup botol yang dilubangi dan ditutup kembali dengan rapat dengan ujung detonator yang menyembul keluar untuk tempat menyulut api pemantiknya.

Setelah sekitar satu jam berbincang-bincang tentang dampak membom ikan sambil terus memancing, kami memutuskan untuk berpindah tempat. Karena masih penasaran, kami minta kapten kapal mengarahkan kapalnya kearah lokasi yang dibom tadi dan kebetulan kapal yang membom ikan sudah pergi. Ketika kami sampai dilokasi itu tampak ratusan ekor yang rata-rata berukuran kecil mengapung di permukaan air. Kapten kapal berkata seperti inilah dampak dari bom ikan, banyak ikan-ikan kecil ditinggalkan begitu saja, itu baru yang timbul dipermukaan karena konon kabarnya korban yang timbul dipermukaan hanya sekitar 10% dan bayangkan berapa banyak yang berada didasar mati sia-sia. Korban bom ikan itu termasuk semua jenis ikan berbagai ukuran yang berada diradius mungkin kira-kira 15 meter dari bom. Korban lainnya adalah rusaknya habitat ikan seperti terumbu karang dan bahkan para pengebom ikan sering nekat membom rumpon dan bekas bagan, padahal untuk memulihkan keadaan dari bekas bom menjadi normal membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Tampak dari ratusan ikan-ikan kecil yang terapung beberapa ekor ikan yang cukup besar dan kapten kapal mengambil beberapa ekor yang kemudian dimasukan diperahu kami. Burung-burung laut mulai banyak berdatangan memangsa ikan-ikan kecil korban bom tersebut. Kapten kapal bercerita bahwa ikan-ikan hasil bom cepat membusuk karena sebagian besar organ tubuh bagian dalamnya rusak /hancur.

Aku jadi berpikir jika tindakan pemboman ikan tidak dihentikan bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan habitat ikan dan produksi ikan laut secara keseluruhan, dampak berikutnya adalah kerusakan alam yang semakin menjadi-jadi, merosotnya penghasilan nelayan, kemiskinan yang semakin meluas, pengangguran yang bertambah, kriminalitas yang meningkat dan banyak faktor negatif lain yang timbul. Dan yang pasti adalah akan banyak pemancing yang gantung joran, jadi supaya hal ini tidak terjadi mari bersama-sama kita kampanyekan STOP FISH BOMBING !

Selanjutnya ...

Porter Uuugghh…

Kisah ini merupakan lanjutan dari kegiatan Mancing Jakarte. Dalam perjalanan pulang dengan menumpang Taxi menuju bandara, mata yang tadinya sempat terpejam mulai terbuka dikit-dikit dengan beratnya. Tak lama kemudian taxi berhenti pembayaran dilakukan dan aku mulai berjalan ke arah check in counter.

Kemudian seorang porter datang dan menawarkan jasa untuk membawa barang-barang, sempat terbersit dalam hati kecilku untuk menolak tapi setelah pikir-pikir bawaan cukup banyak dan mata masih ngantuk akhirnya semua barang diserahkan keporter dengan sebuah troley. Dan aku masih sempat mewanti-wanti supaya hati-hati.

Setelah barang diserahkan aku berjalan didepan mendahului si porter, melewati scanner langsung menuju check in counter, ketika baru berjalan sekitar lima meter dari scanner tiba-tiba terdengar suara “krak…”, secara refleks aku langsung menoleh dan melihat kebelakan, tampak porter terkejut melihat ujung stick yang dibawanya terjepit diantara ban berjalan scanner; “patah man ….”. Aku masih sempat melihat ujung tempat pancing itu terlipat dan sempat bergerak mengikuti ban berjalan.

Melihat itu aku langsung kembali dan mengambil tas tempat stik dan meraba ujungnya ternyata terasa ujung stik sudah patah dan masih menggantung. Setelah mancing semalaman dengan rasa lelah yang lumayan ditambah stik patah bukan oleh ikan tapi kelalaian porter aku menjadi lebih lemas.

“Maaf pak ya, pancingnya mungkin nanti bisa disambung dengan lem” sepenggal kalimat yang bikin tambah hati panas diucapkan oleh porter tersebut. Maunya pada saat itu langsung marah, tetapi tiba-tiba aku mikir percuma aja, dan cuma bilang “pak lain kali hati-hati, harga stik ini mungkin sama dengan dengan upah kerja bapak selama satu bulan”.

Aku langsung mengeluarkan dompet dan memberinya uang sepuluh ribuan dan mengambil alih semua barang dan meneruskan jalan ke check in counter. Dari sudut mata aku melihat porter itu terbengong-bengong.

Sambil menunggu pesawat diruang keberangkatan aku jadinya mikir, udah capek diperjalanan, dihantam hujan dan angin, nggak dapat ikan dan terakhir malah stik andalan patah, tobat……mancing jakarte memang nggak seperti di majalah atau tabloidnya. Tapi kalau ada yang mau nemenin ke Binuangen nggak rela kalau dilewatkan.

Selanjutnya ...

Sabtu, 01 Maret 2008

Sindrom Pra Mancing

Dulu waktu masih SD pengalaman yang paling menegangkan waktu memancing ikan adalah pada saat menarik ikan yang menyambar umpan (strike) dan yang paling menyenangkan adalah ketika ikan sudah dimasak untuk kemudian dinikmati bersama keluarga ketika makan malam tiba. (pengalaman masa kecil yang susah terlupakan).


Ketika selesai kuliah hal yang paling menegangkan waktu memancing adalah ketika ikan mulai menyenggol-nyenggol umpan dan pengalaman yang paling menyenangkan adalah ketika hook up berhasil dan hasilnya bisa dibanggakan kepada teman-teman yang ikut mancing.


Tetapi sekarang setelah beberapa tahun rutin memancing dengan lebih banyak bereksperimen dengan berbagai kondisi, alat, daerah, teman, teknik dan lain-lain yang berhubungan dengan dunia pancing, penulis merasakan bahwa hal yang paling menegangkan dalam dunia pancing adalah ketika janji yang dibuat untuk suatu trip sudah “confirm OK!” dan tinggal nunggu berangkatnya, apalagi malam hari sebelum keberangkatan adalah hal yang paling menegangkan. Dan hal yang paling menyenangkan adalah ketika saat pertama kali pancing diturunkan ke air –lega-.


Kalau dipikir-pikir aneh juga ya, semua ketegangan terjadi justru pada saat kegiatannya belum terjadi. Kalau boleh dibilang mungkin ini bisa disebut sindrom pra mancing, konfliknya terjadi justru pada saat belum terjadi proses utamanya.


Mungkin sindrom ini hanya menyerang sebagian spesies angler aja ya, bukan pada hasil akhir dan proses utamanya, akan tetapi lebih pada jadi tidaknya trip pemancingan. Mungkin ini juga yang oleh orang negara jiran kita Malaysia disebut pemancing yang sudah pada level dan dipanggil “kaki pancing”.


Selanjutnya ...

Mancing Jakarte

Awalnya tanpa di sengaja lagi pencek-pencek hp terlintas nama Untung dalam name list. Riwayatnya Untung itu teman kuliah, asalnya dari Samarinda Seberang kuliah di Yogya dan keterusan betah tinggal di Jakarta buat ngumpulin sekarung intan. Kebetulan lagi nggak ada kerjaan, iseng kita telponan dan pembicaraan lanjut ngalor ngidul kemana-mana akhirnya yang namanya pemancing mungkin udah ada feeling hobby juga kesesama spesiesnya, waktu nanya kegiatannya untuk week end. Eh nggak disangka-sangka ternyata dia bilang senang mancing dan rutin bawa keluarga mancing di kolam-kolam pemancingan di Jakarta. Lebih lanjut dia nanya kapan-kapan mancing bareng di Jakarta sekitar kepulauan Seribu biar nggak terlalua jauh. Wah, kebetulan neh. Ok, tinggal waktu disesuaikan.


Nggak terlalu lama sekitar sebulan kemudian ada kegiatan workshop di Bogor beberapa hari, dan kebetulan acaranya selesai hari Jum’at, pas banget bisa mancing Sabtu dan Minggu. Waktu di Bogor nginap di cottage berhubung tiap kamar diisi oleh dua orang dari lokasi yang berbeda, teman sekamar yang kebetulan dari Yogya bengong liat perlengkapan workshop yang kita bawa lebih dari yang lain, “Banyak amat?”, trus dijelasin peralatan itu bukan untuk workshop tapi peralatan untuk mancing dilaut, giliran dianya geleng-geleng, ikut workshop apa mancing, mana dilaut lagi. He..he..he...


Dasar pemancing waktu ngikutin kegiatan workshop di Bogor juga masih sempat celingak-celinguk liat kolam-kolam pemancingan disekitar jalan raya kearah Puncak, sempat nanya kiri-kanan sih, berhubung jadwal padat jadi nggak sempat mancing di Bogor.


Setelah beberapa hari ngikutin workshop akhirnya sampai juga hari Jum’at dan sorenya kita janjian ketemu di Citra Land, skedul disusun untuk besok sore sampai Minggu. Berhubung dianya tuan rumah, kitanya ngikut aja untuk ngatur trip, beberapa perlengkatan tambahan kita beli sekalian window shopping di DuPan. Sambil ngabisin waktu kita tukar pengalaman dan diannya minta diajarin buat simpul (knot) yang paling efisien, kebetulan punya beberapa contoh knot yang mudah dan cepat.


Berhubung hanya berdua aja yang mancing si Untung nawarin nggak usah pakai mobil kelokasi, pakai sepeda motor aja biar lebih cepat dan gampang menuju Tj. Kait, disana cari kapal nelayan langganannya, kemudian pakai kapal nyusurin pulau atau cari karang/tandes. Sip.


Keesokan harinya dia jemput dan kita langsung berangkat menuju Tj. Kait, ternyata perjalanan dari rumahnya ke Tj. Kait lumayan jauh, nggak terasa sih sambil ngomong-ngomong dijalanan udah hampir dua jam dibonceng ama dia baru nyampe di Tj. Kait. Pinggang lumayan juga ya…..


Berhubung berangkat dari rumahnya sudah agak sore, magrib baru nyampe di Tj. Kait. Sepeda motor di parkir salah satu rumah nelayan disekitar pinggir laut dan kemudian kita mulai nyari-nyari kapal pesanannya. Setelah lebih kurang setengah jam nyari, ternyata kapal yang dipesan sudah berangkat kelaut, jadi? Kebetulan ada ketua RT setempat tau kitanya perlu kapal dan beliau menawarkan diri untuk mencarikan kapal lain. Setelah kira2 satu jam baru dapat kapal yang mau disewa, tawar menawar harga dan deal. Kapal disiapkan dan tak lama sudah merapat dibibir pantai. Kita bergantian memasukan barang-barang keperluan mancing dan sedikit umpan untuk mancing. Ehm …


Tepat jam 20.00 kapal baru berangkat dari Tj. Kait menuju bagan-bagan disekitar pulau (udah lupa nama pulaunya …). Baru sekitar lima belas menit meninggalkan pinggir daratan tiba-tiba petir menyambar-nyambar kemudian disusul hujan yang deras banget sampai-sampai kita separuh basah, jadi rebutan berteduh diatap kapal yang ala kadarnya. But The Show Must Go On, basah …


Dua jam diperjalanan dengan kapal yang diombang-ambingkan laut akhirnya sampai di sebuah spot yang keliatannya dangkal dan berkarang. Perangkat maut yang dibawa dari Samarinda dikeluarkan, stel kiri kanan, pasang umpan dan kemudian pancing dilempar kelaut. Sepenggal doa dan mantera dikumandangkan dalam hati; “mudah-mudahan cepat dapat ikan yang besar dan fightnya seru” ;) maunya…


Tidak beberapa lama mulai terasa sentuhan ikan-ikan kecil diujung pancing dan percobaan untuk menyentak stik mulai dilakukan tapi selalu lolos. Kejadian ini terus terjadi berulang-ulang dan akhirnya pancing sempat sangkut di karang dan putus. Pancing diikat lagi, dipasang umpan, diturunkan ke air lagi-lagi umpan habis dan setelah berkali-kali percobaan akhirnya kita dapat seekor ikan indosiar yang ukurannya kurang lebih tiga jari. Semangat masih tetap tinggi untuk mancing semalaman.


Kurang lebih jam 01.00 langit diatas mulai bocor lagi dan hujan mulai turun bahkan semakin menjadi-menjadi dibanding pada saat mulai berangkat tadi. Pancing diangkat dan kami mulai duduk merapat dinaungan atap kapal. Angin mulai bertiup kencang menambah dingin badan setelah didera hujan. Ampun…


Hujan yang tidak berhenti sampai menjelang pagi membuat kita nggak bisa mancing dan terus terjaga sambil merasakan dinginnya subuh dilaut sekitar pulau Seribu. Kurang lebih jam 06.00 hujan berhenti dan angin bertiup sepoi-sepoi, kita kembali bersemangat untuk meneruskan memancing. Pancing mulai dilempar lagi kelaut (mancing dasar), karena sudah terang maka dengan sangat jelas kita dapat melihat sekitar perairan laut di utara Jakarta, kesan pertama yang terlihat adalah begitu banyaknya sampah-sampah plastik dan macam-macam lainnya baik yang terapung maupun melayang didalam air, bekas tumpahan minyak yang mengambang dipermukaan air dan apalagi didasar lautnya? Pantas aja semalam banyak sangkutnya.


Beberapa kali strike kami lakukan dan masih juga ikannya kecil-kecil, nggak ada yang besar dan yang selalu bisa diangkat adalah beberapa sampah plastik. Setelah sempat beberapa kali kita berpindah tempat dengan harapan hasil lebih baik, akan tetapi hasilnya selalu masih sama, kecil-kecil dan sampah plastik. Akhirnya menjelang tengah hari setelah semalaman nggak tidur, badan mulai kelelahan dan mata mulai mengantuk, kami memutuskan untuk mengakhiri trip ini dan kembali ke Tj. Kait. Perjalanan kembali kurang lebih dua jam perjalanan, melihat sampah-sampah yang bergentayangan dilaut kami mengurungkan niat untuk melakukan trolling ketimbang strike berbuah sampah. Capek deh…


Sesampai di daratan kami bergegas membereskan barang bawaan dan langsung segera meluncur pulang ke kota kebetulan masih ada waktu untuk mengejar flight sore kembali ke Samarinda. Waktu kembali dari Tj. Kait kami berusaha potong kompas agar cepat sampai, begitu ketemu sebuah taxi yang sedang kosong aku memutuskan untuk segera berpindah kendaraan dan langsung menuju kearah kota untuk mengambil koper yang ditinggal ditempat keluarga dan langsung menuju bandara. Keputusan ini diambil untuk menyingkat waktu berhubung rumahnya Untung lokasinya diarah yang berlawanan. Sepanjang perjalanan didalam taxi dengan mata yang masih terkantuk-kantuk aku mencoba mengingat-ingat apa-apa yang harus dibawa kembali ke Samarinda.


Dengan segala hal yang barusan dialami berhubungan dengan trip mancing di ibukota negara ini aku berkesimpulan ternyata gini nih Mancing Jakarte …seru.


Selanjutnya ...

Rabu, 27 Februari 2008

Kail Owner


Entah ini benar atau cuma sampel yang dicoba masih terbatas, tapi dari beberapa merk yang sudah dicoba memang barang ini yang benar-benar bisa diandalkan.
Mungkin karena teknologi matanya yang memungkinkan cepat menembus objek maka memudahkan kita nggak usah bersusah payah menyentak stik, ikan lengket sendiri.

Enaknya lagi abis mancing, saya punya kebiasaan membuka semua ikatan kail yang sudah terpakai dan direndam dalam larutan WD 40, dan itu kail bisa dipakai untuk next trip. Nggak khawatir tumpul, berdasarkan pengalaman kail itu lebih cepat hilang/sangkut didasar laut/sungai/danau ketimbang tumpul. Jadi hilang sebelum tumpul, nggak masalahkan. Lagian kalau sering dibuka
dan mengikat lagi untuk next trip itung-itung melatih keterampilan mengikat kail dengan beberapa variasi simpul (
knot).

Kalau foto diatas cuma kebetulan dapat dari situsnya owner dan kebetulan memang iya...tajam dan awet.


Selanjutnya ...