Bicara Pancing

"Kalau bicara pancing antara sesama spesies angler nggak bakalan ada abis-abisnya. Selalu ada yang baru, walaupun barang lama dengan kemasan yang baru akan tetap selalu menarik."


..................... notulen kongkow dalam sebuah trip



Blog ini berisi catatan-catatan pemancing yang kebetulan disajikan tidak urut kronologis, by ingatan only!


=======================================================

Sabtu, 11 Oktober 2008

Udah puas, boleh pulang

Nggak biasanya hari Kamis sore Junaidi say hello by phone, sekalian nanya gimana keadaan dilaut untuk hari Sabtu dan Minggu. Kebetulan aku rutin cek BMG dan nanya-nanya kawan di sekitar pelabuhan, jadinya tau keadaan dilaut. Cuaca oke, gelombang kecil, angin nggak besar tapi ikan-ikan dipasar nggak begitu banyak. Ok lah katannya nggak masalah, “gimana kalau kita mancing malam minggu dan pulang Minggu siangnya?” / “Boleh, target dimana?” / “Biasa sekitar Muara Berau”. Janji confirm dan masing-masing mulai mempersiapkan diri.

Sabtu siang, setelah makan siang telpon mulai berdering dan katannya dia sudah menuju rumah menjemputku. Tidak lama kemudian kami sudah diperjalanan menuju Muara Badak dengan satu orang teman lain, totalnya kami bertiga. Satu jam setengah kemudian kami sudah sampai di sungai Muara Badak, kapal nelayan sudah siap, tampak Iyung yang mengemudikan kapal sibuk beres-beres perahu mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mancing malam hari. Setengah jam kemudian perahu sudah melepaskan tali tambatnya dan mulai mengarungi sungai Muara Badak menuju kearah laut.

Sepanjang sore perjalanan kami isi dengan mencoba memasang troling, kali-kali dapat Baracuda atau Tenggiri. Mungkin cuaca kurang berpihak kepada kami, begitu sampai di Laut tiba-tiba langit menjadi mendung dan hujan langsung membasahi kami semua, tanpa sempat menutup terpal beberapa barang bawaan kami basah semua. Ketika menjelang magrib kami memutuskan untuk lego jangkar di spot berkarang sekitar Rig Ataka. Sambil menikmati makan malam yang dibungkus kami mancing dasar.

Ikan-ikan dasar mulai dinaikan satu persatu, berhubung cukup rutin ikannya makan kami jadi malas pindah-pindah lagi walaupun ikannya kecil-kecil (seukuran telapak tangan). Kira-kira jam 20.30 tiba-tiba stick yang sedang kupegang bengkok, suara reel menderit kencang, hampir saja stick terlepas dari genggaman tanganku. Jantung berdetak lebih kencang, semangat yang tadinya biasa-biasa langsung menjadi kencang. Sambil berdiri aku mulai menguasai keadaan, posisi pegangan stik diperbaiki dan setelan drag ditambah, sehingga keluarnya tali menjadi lebih seret. Akan tetapi senar monofilamen yang mengisi spul reel masih tetap meluncur kencang kedalam air. Ikan apa ini ? tanya ku dalam hati. Setelah tarikan mengendur aku mencoba mengetatkan lagi drag dan mulai memompa stik untuk mengangkat ikan keatas, perlawanan dari bawah timbul kembali dan sekali lagi monofilamen melaju kencang ke air.

Tarik-menarik, kembali terjadi berulang-ulang sampai kira-kira lima belas menit barulah tarikan dari bawah mulai kendor dan pelan-pelan engkol mulai dapat diputar dengan pelan dengan sesekali sentakan kecil dari dalam air. Putaran demi putaran reel dipertahankan terus dan tak lama kemudian mulai muncul bayang putih dari dalam air. Hati senang sekali ketika bayangan putih tersebut semakin jelas dari dalam air, wujud ikan mulai muncul. Kata Iyung itu ikan kambing-kambing tapi ada juga ada yang bilang ayam-ayam, nggak tahulah mana yang paling tepat tapi yang paling seru adalah sensasi tarikan ikan tersebut dengan bentuk badan yang pipih sehingga mampu membuat tarikan yang luar biasa kencang walaupun ukurannya hanya sekitar 4 kiloan.

Dengan semangat yang bertambah aku memasang umpan baru dan kembali melempar pancing kedasar. Dasar lagi rejeki nggak sampai lima menit stick yang kupegang tiba-tiba melengkung hampir menyentuh air laut dan senar meluncur deras kedasar laut, dengan segera aku mengendalikan keadaan, sedikit mengetatkan drag dan mulai memompa stik. Diperlukan waktu hampir setengah jam untuk dapat mengangkat ikan yang memakan pancing, ternyata ikan yang memakan umpan sama dengan ikan sebelumnya dan yang kali ini dua kali lebih besar.

Dua kali mengangkat ikan dengan ukuran yang relatif besar dengan waktu yang cukup panjang ternyata cukup melelahkan dan menimbulkan sensasi serta kepuasan yang luar biasa waktu. Sambil berseloroh kemudian aku berkata, “Yung keliatannya aku sudah cukup puas mancing hari ini dan kalau kita mau pulang sekarang oke aja”. Tentu saja pernyataan ini lansung menuai protes teman-teman lain yang dikapal, apalagi teman-teman lain belum dapat mendaratkan ikan yang besar.

Acara memancing dilanjutkan sampai pagi dan sepanjang malam itu kami bergantian mendaratkan ikan-ikan sejenis yang cukup besar dan tentu saja pengalaman mancing malam itu sangat memuaskan kami semua. Kapan lagi ya …

Selanjutnya ...

Ratio Senar 1:3

Berburu dan memancing adalah hobby outdoor yang susah dilepaskan dari kegiatan hari-hari “blank” yang bisa dimanfaatkan. Sebagai kaki pancing kadang-kadang untuk mengisi waktu kosong kalau nggak turun kelapangan, biasanya aku hunting alat-alat baru atau majalah/tabloid atau apa aja yang berhubungan dengan berburu atau pancing.

Akhir november lalu ketika setelai membeli dua gulung senar ukuran 50 lbs dan 80 lbs, aku memindahkan senar tersebut kedalam spool reel pancing. Ketika sedang menggulung senar tersebut tidak lama dari depan rumah terdengar suara mobil berhenti dan mesin dimatikan. Pintu depan diketuk, sambil ogah-ogahan aku kedepan dan membuka pintu depan, ternyata yang datang adalah bapak Ronald Lolang salah seorang guru kegiatan outdoorku yaitu berburu dan memancing.

Sambil berbarengan masuk kedalam rumah beliau menanyakan aktivitasku dan sekenanya kujawab sedang memindahkan senar kedalam spool reel, kembali ketempat kerjaku sambil mempersilahkan duduk aku meneruskan kegiatanku. Beliau kemudian membuka pembicaraan dengan menanyakan ukuran senar yang sedang dikerjakan dan tentu saja kujawab ukuran 50lbs dan 80 lbs. Langsung beliau tercengang dan menanyakan itu senar untuk mancing ikan sebesar apa, kemudian beliau memberikan statement.

“Jika ukuran senar tertera 50lbs, maka ikan yang dapat dipancing dengan ukuran itu semestinya bisa mencapai ukuran 150lbs”, mancing dengan senar ukuran sebesar itu sih katanya nggak level disebut pemancing, mancing dengan ukuran senar besar hanya untuk pemula. “Jangan ngaku pemancing kalau masih menggunakan senar-senar besar diatas 40 lbs” katanya. Lagian sekarang nyari ikan-ikan yang beratnya diatas 50lbs dimana? Masih ada memang akan tetapi nggak banyak dan tempatnya relatif jauh/terpencil.

Berhubung beliau adalah guru kegiatan outdoor maka anjuran itu kuikuti sampai sekarang dan semakin lama piranti-piranti yang kugunakan semakin bertambah kecil baik dari sisi ukuran maupun kemampuan. Dan mancing dengan piranti kecil ternyata lebih mengasyikan, karena benar-benar keterampilan mengendalikan situasi dibutuhkan untuk bisa mendapatkan ikan dan itu sebuah tantangan sekaligus menjadi sensasi strike yang luar biasa.

Hidup piranti ringan !

Selanjutnya ...

Fish Bomber

Setelah mengamati dari beberapa kali trip mancing, ternyata di perairan sekitar Bontang kearah selatan rawan sekali terjadi penangkapan ikan dengan bom – fish bombing, kejadian ini kualami ketika mancing bareng teman waktu cuti. Pada waktu itu kita berangkat pas bukan hari minggu atau libur - pada hari kerja, sehingga tidak banyak pemancing yang turun kelaut kecuali nelayan. Spot yang kita datangi pada waktu itu sekitar Semangkok, Marang Kayu dan Pangempang.

Kami berangkat pagi-pagi dan memulai trolling dari muara Berau menuju kearah bagan-bagan disekitar Pangempang, setelah puas mutar-mutar dengan hasil strike pagi ikan tenggiri 5 kiloan, kami memutuskan mancing dasar didaerah berkarang. Tak lama kemudian datang dua kapal berukuran sedang yang tidak kami kenal menghampiri dan menanyakan apakah kami mendapat ikan banyak, tanpa banyak basa-basi lebih lanjut mereka meninggalkan kami dan berlabuh kira-kira 500 meter dari posisi kami melabuh jangkar.

Ditengah keasikan kami menaikan ikan-ikan yang berukuran rata-rata setelapak tangan, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara mirip guntur, kemudian kami saling berpandangan dan mencari asal suara. Kemudian kapten kapal bersuara mungkin kapal yang berada didekat kita tadi yang membom ikan. Pikiranku mulai was-was wah kalau begini caranya biso habis spot mancing andalan.

Kemudian aku bertanya kepada kapten kapal dan beliau bercerita bahwa memang terkadang sering melihat/mendengar ada oknum nelayan yang membom di terumbu karang / rumpon / bekas bagan yang populasi ikannya cukup banyak. Nelayan-nelayan juga tidak pasrah atas kejadian tersebut dan kejadian tersebut pernah dilaporkan kepada aparat dan diambil tindakan dengan membekuk pelakunya akan tetapi kejadian ini tetap berlanjut. Konon katanya pernah ada pembom ikan yang tertangkap aparat di Bontang dan ada juga pembom yang kehilangan tangannya ketika bom yang dipasang meledak ditangan – rasain lu. Bom ikan yang digunakan adalah bom rakitan yang dibuat dari botol bekas minuman kesehatan yang berukuran kecil yang diisi serbuk mesiu kemudian dipasang sumbu detonator bakar. Setelah detonator terpasang kemudian dilewatkan melalui tutup botol yang dilubangi dan ditutup kembali dengan rapat dengan ujung detonator yang menyembul keluar untuk tempat menyulut api pemantiknya.

Setelah sekitar satu jam berbincang-bincang tentang dampak membom ikan sambil terus memancing, kami memutuskan untuk berpindah tempat. Karena masih penasaran, kami minta kapten kapal mengarahkan kapalnya kearah lokasi yang dibom tadi dan kebetulan kapal yang membom ikan sudah pergi. Ketika kami sampai dilokasi itu tampak ratusan ekor yang rata-rata berukuran kecil mengapung di permukaan air. Kapten kapal berkata seperti inilah dampak dari bom ikan, banyak ikan-ikan kecil ditinggalkan begitu saja, itu baru yang timbul dipermukaan karena konon kabarnya korban yang timbul dipermukaan hanya sekitar 10% dan bayangkan berapa banyak yang berada didasar mati sia-sia. Korban bom ikan itu termasuk semua jenis ikan berbagai ukuran yang berada diradius mungkin kira-kira 15 meter dari bom. Korban lainnya adalah rusaknya habitat ikan seperti terumbu karang dan bahkan para pengebom ikan sering nekat membom rumpon dan bekas bagan, padahal untuk memulihkan keadaan dari bekas bom menjadi normal membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Tampak dari ratusan ikan-ikan kecil yang terapung beberapa ekor ikan yang cukup besar dan kapten kapal mengambil beberapa ekor yang kemudian dimasukan diperahu kami. Burung-burung laut mulai banyak berdatangan memangsa ikan-ikan kecil korban bom tersebut. Kapten kapal bercerita bahwa ikan-ikan hasil bom cepat membusuk karena sebagian besar organ tubuh bagian dalamnya rusak /hancur.

Aku jadi berpikir jika tindakan pemboman ikan tidak dihentikan bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan habitat ikan dan produksi ikan laut secara keseluruhan, dampak berikutnya adalah kerusakan alam yang semakin menjadi-jadi, merosotnya penghasilan nelayan, kemiskinan yang semakin meluas, pengangguran yang bertambah, kriminalitas yang meningkat dan banyak faktor negatif lain yang timbul. Dan yang pasti adalah akan banyak pemancing yang gantung joran, jadi supaya hal ini tidak terjadi mari bersama-sama kita kampanyekan STOP FISH BOMBING !

Selanjutnya ...

Porter Uuugghh…

Kisah ini merupakan lanjutan dari kegiatan Mancing Jakarte. Dalam perjalanan pulang dengan menumpang Taxi menuju bandara, mata yang tadinya sempat terpejam mulai terbuka dikit-dikit dengan beratnya. Tak lama kemudian taxi berhenti pembayaran dilakukan dan aku mulai berjalan ke arah check in counter.

Kemudian seorang porter datang dan menawarkan jasa untuk membawa barang-barang, sempat terbersit dalam hati kecilku untuk menolak tapi setelah pikir-pikir bawaan cukup banyak dan mata masih ngantuk akhirnya semua barang diserahkan keporter dengan sebuah troley. Dan aku masih sempat mewanti-wanti supaya hati-hati.

Setelah barang diserahkan aku berjalan didepan mendahului si porter, melewati scanner langsung menuju check in counter, ketika baru berjalan sekitar lima meter dari scanner tiba-tiba terdengar suara “krak…”, secara refleks aku langsung menoleh dan melihat kebelakan, tampak porter terkejut melihat ujung stick yang dibawanya terjepit diantara ban berjalan scanner; “patah man ….”. Aku masih sempat melihat ujung tempat pancing itu terlipat dan sempat bergerak mengikuti ban berjalan.

Melihat itu aku langsung kembali dan mengambil tas tempat stik dan meraba ujungnya ternyata terasa ujung stik sudah patah dan masih menggantung. Setelah mancing semalaman dengan rasa lelah yang lumayan ditambah stik patah bukan oleh ikan tapi kelalaian porter aku menjadi lebih lemas.

“Maaf pak ya, pancingnya mungkin nanti bisa disambung dengan lem” sepenggal kalimat yang bikin tambah hati panas diucapkan oleh porter tersebut. Maunya pada saat itu langsung marah, tetapi tiba-tiba aku mikir percuma aja, dan cuma bilang “pak lain kali hati-hati, harga stik ini mungkin sama dengan dengan upah kerja bapak selama satu bulan”.

Aku langsung mengeluarkan dompet dan memberinya uang sepuluh ribuan dan mengambil alih semua barang dan meneruskan jalan ke check in counter. Dari sudut mata aku melihat porter itu terbengong-bengong.

Sambil menunggu pesawat diruang keberangkatan aku jadinya mikir, udah capek diperjalanan, dihantam hujan dan angin, nggak dapat ikan dan terakhir malah stik andalan patah, tobat……mancing jakarte memang nggak seperti di majalah atau tabloidnya. Tapi kalau ada yang mau nemenin ke Binuangen nggak rela kalau dilewatkan.

Selanjutnya ...